AlQuran AlKarim

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Laa Yamassuhu IllalMutohharuun

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 04 Februari 2015

Bait Sya’ir yang membuat Al-Imam Ahmad -rahimahullaah- menangis

Dikisahkan, ada seseorang yang mendatangi Al-Imam Ahmad dan bertanya kepada beliau, “Wahai Imam, bagaimana menurut anda mengenai sya’ir ini?
Beliau menjawab, “Sya’ir apakah ini?” di mana orang tersebut membaca sya’ir berikut
إذا ما قال لي ربي اما استحييت تعصيني
Jika Rabb-ku berkata kepadaku, “Apakah engkau tidak malu bermaksiat kepada-Ku?”
وتخفي الذنب عن خلقي وبالعصيان تأتيني
Engkau menutupi dosamu dari makhluk-Ku tapi dengan kemaksiatan engkau mendatangi-Ku
فكيف أجيبُ يا ويحي ومن ذا سوف يحميني؟
Maka bagaimana aku akan menjawabnya? Aduhai, celakalah aku dan siapa yang mampu melindungiku?
أسُلي النفس بالآمالِ من حينٍ الى حيني
Aku terus menghibur jiwaku dengan angan-angan dari waktu ke waktu
وأنسى ما وراءُ الموت ماذا بعد تكفيني
Dan aku lalai terhadap apa yang akan datang setelah kematian dan apa yang akan datang setelah aku dikafani
كأني قد ضّمنتُ العيش ليس الموت يأتيني
Seolah-olah aku akan hidup selamanya dan kematian tidak akan menghampiriku
وجائت سكرة الموتُ الشديدة من سيحميني
Dan ketika sakaratul maut yang sangat berat datang menghampiriku, siapakah yang mampu melindungiku?
نظرتُ الى الوُجوهِ أليـس منُهم من سيفدينـــي
Aku melihat wajah-wajah manusia, tidakkah ada di antara mereka yang akan menebusku?
سأسأل ما الذي قدمت في دنياي ينجيني
Aku akan ditanya tentang apa yang telah aku persiapkan untuk dapat menyelamatkanku (di hari pembalasan)
فكيف إجابتي من بعد ما فرطت في ديني
Maka bagaimanakah aku dapat menjawabnya setelah aku melupakan agamaku
ويا ويحي ألــــم أسمع كلام الله يدعوني
Aduhai sungguh celakalah aku, tidakkah aku mendengar firman Allah yang menyeruku?
ألــــم أسمع لما قد جاء في قاف ويسِ
Tidakkah aku mendengar apa yang datang kepadaku (dalam surat) Qaaf dan Yasin itu?
ألـــم أسمع بيوم الحشر يوم الجمع و الديني
Tidakkah aku mendengar tentang hari kebangkitan, hari dikumpulkannya (manusia), dan hari pembalasan?
ألـــم أسمع مُنادي الموت يدعوني يناديني
Tidakkah aku mendengar panggilan kematian yang selalu menyeruku, memanggilku?
فيا ربــــاه عبدُ تــائبُ من ذا سيؤويني
Maka wahai Rabb-ku, akulah hambamu yang ingin bertaubat, siapakah yang dapat melindungiku?
سوى رب غفور واسعُ للحقِ يهديني
Melainkan Rabb yang Maha Pengampun lagi Maha Luas Karunianya, Dialah yang memberikan hidayah kepadaku
أتيتُ إليكَ فارحمني وثقــّـل في موازيني
Aku datang kepada-Mu, maka rahmatilah diriku dan beratkanlah timbangan (kebaikanku)
وخفَفَ في جزائي أنتَ أرجـى من يجازيني
Ringankanlah hukumanku, sesungguhnya hanya Engkaulah yang kuharapkan pahalanya untukku
Al-Imam Ahmad terus melihat bait-bait sya’ir tersebut dan mengulang-ulangnya kemudian beliau menangis tersedu-sedu. Salah seorang muridnya mengatakan bahwa beliau hampir pingsan karena begitu banyaknya menangis.
dari Kitab Manaqib Al-Imam Ahmad hal. 205 oleh Al-Imam Ibnul Jauzy.
Share:

Senin, 02 Februari 2015

Mengapa Harus Dzikir

Mengapa Harus Dzikir 

Mengingat sesuatu akan berdampak pada phsykologis orang yang mengingat. Apapun yang diingat dan siapa pun yang mengingat. „ Mengingat anak akan menghasil: rindu, kangen, sayang, gelisah, resah, sebal, benci, lucu dan seterusnya. „ Mengingat suami akan menghasilkan: rindu, sayang, uang, rumah, mobil, janji, perlindungan, kemesraan dan seterusnya. „ Mengingat istri akan menghasilkan: rindu, cinta, sayang, cantik, manis, manja, seks, anak, makan, minum, dan seterusnya. „ Mengingat sekolah akan menghasilkan: kelas, main, belajar, ujian, EHB, guru, teman, buku dan seterusnya. „ Mengingat kantor akan menghasilkan: gaji, atasan, rapat, laporan, cuti dst. Semua dampak dari ingatan-ingatan tadi dihasilkan dari pengetahuan kita tentang sesuatu tadi, sebagai contoh di atas, anak, suami, istri, sekolah dan kantor. Semakin banyak faktor/hal yang kita ingat maka akan semakin banyak pula dampaknya. Tidak semua dampak itu sama sekalipun yang diingat itu sama. Seorang yang mempunyai suami yang baik, akan mengingat suami akan hal-hal yang baik. Berbeda dengan suami yang jahat, yang diingat pasti merupakan hal yang negatif. Nah suami dengan dua potret berbeda tadi, itulah yang dilihat dan diketahui oleh masing-masing istri. Kota tertentu seperti Jakarta umpamanya, ingatan orang akan Jakarta akan berbeda-beda sesuai dengan pengetahuan, kesan dan pengalaman orang itu tentang Jakarta. Hasilnya, ikatan emosionalnya pun akan berbeda. Demikian halnya dengan Allah yang disebutkan/diingatkan oleh si pendzikir. Ketika lafaz manapun yang disebutkan, maka gambaran dan hubungan orang tersebut dengan Allah tergantung dari sikap, pengetahuan dan gambaran yang ada dalam bayang orang tersebut. Jika dia mengingat Allah sebagai Pencipta saja, maka jauh berbeda dengan orang yang mengingat Allah sebagai Pencipta, Penolong, Pelindung, Maha kuasa. Demikian halnya dengan orang yang hanya dapat menggambarkan Allah dengan 10 sifat, akan berbeda dengan orang yang dapat melukiskannya dalam 99 asma’.
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28)
Dan dari sini kita bisa menghubungkan ayat di atas dengan ayat di bawah ini: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq: 3)

Maksudnya, orang yang mengenal Allah dengan baik akan sangat bertawakkal kepada-Nya dan takut kepada-Nya. Sebaliknya orang yang tidak mengenal Allah, justru sulit untuk diajak bertawakkal dengan makna sebenarnya. Karena itulah, seseorang harus mengawali dzikirnya dengan mengenali Allah lebih dalam lagi, lalu ketika seseorang sudah mengenal Allah dengan baik, maka dia harus menyambungkan-Nya dengan selalu berdzikir. Dengan demikian, hubungan antara hamba yang berdzikir dan kalimat yang diucapkannya akan menyatu. Dan dengan hubungan yang seperti inilah kenikmatan dzikir akan dirasakan, dan dengan hubungan seperti inilah seorang hamba akan selalu rindu dengan asma-asma Allah yang sempurna. Lalu, ketika lisan sudah bersatu dengan akal dan kalbu, maka janji Allah pun akan dirasakan ada. Allah bersama kita ketika kita sedang berjalan, Allah bersama kita ketika kita sedang bekerja, dan Allah bersama kita dimana saja kita berada. 
Share:

About


















Categories

Pengunjung